BERSUMPAH ATAS NAMA TUHAN
Oleh : Rusman Riyadi
Momentum sakral dalam pelantikan sang
jawara selalu mengatas namakan Tuhan bersumpah atas nama Tuhan, kitab suci yang selalu berada di
atas kepala mengucapkan janji suci namun tak pernah suci dalam
implementasinya. Bersembunyi di balik nama Tuhan dalam sumpahnya untuk memulai
menjadi sang pengatur dalam kepemimpinannya. Berjanji menjadi yang terbaik bahkan
tak ada yang lebih baik darinya.
Kitab suci yang di turunkan dari atas
kepalanya maka sumpah itupun akan memudar, entah lupa dengan sumpah yang telah
di ucapkan atau memang sengaja melupakan. Pada saat itu juga drama akan
segera dimulai, dimana sang aktor yang menjadi pemeran utama akan memainkan
perannya. Selesainya acara sakral tersebut maka selesai juga sumpah yang
terlontar darinya.
Sumpah suci yang terlontar pada saat
pelantikan hanya akan menjadi sumpah serapah selama perjalanan kekuasaannya,
janji suci pada saat kampanye hanya akan
menjadi sebuah wacana berkepanjangan dan terpampang dalam sejarah kegagalan. Ide
mustahil yang tak pernah berujungpun akan dijadikan sebuah senjata demi suara
rakyat, rela menjadi pengemis suara kepada rakyat untuk melanggengkan kekuasaan
yang penuh dengan catatan merah.
Mari flashback dengan jejak langkah sang
aktor menuju kursi kekuasaanya.
Pada saat kampanye mereka yang dalam
hatinya ada niatan untuk menjadi orang nomor satu akan melakukan serangkaian
kegiatan entah dengan mengadakan pesta buat rakyat hingga datang ke
pekarangan rumah masyarakat. Kepentingan yang di balut dengan serap aspirasi
kepada masyarakat tak pernah luput dalam agenda sang aktor. Mencoba menjadi pendengar
yang baik meski dalam hatinya itu adalah hal yang sia-sia. Menawarkan visi misi
yang sangat berpihak kepada rakyat meskipun pada akhirnya akan berakhir dalam
tumpukan sampah, namun semua itu di lakukan hanya untuk eksistensi belaka.
Siang dan malam tak pernah mengenal lelah, akrab dengan rakyat kecil seolah-olah dia adalah orang yang paling simpati
terhadap apa yang di rasakan oleh masyarakat. Senyum selalu tersungging dari
bibirnya menyapa setiap orang yang terlihat oleh matanya.
Namun ketika dia menjadi sang jawara
dalam kontestasi politik, keluar sebagai pemenang dalam pemilu maka drama yang
sebenarnya akan segera di mulai.
Melupakan segala apa yang telah di
janjikan kepada rakyat, menutup telinga dengan tangisan rakyat, menutup mata
dengan ketidak adilan yang ada, berdiam diri dengan segala kemungkaran yang
terjadi. Waktunya ia menikmati segala
kelelahan yang terjadi pada saat kampanye, menjalankan bisnis dalam lingkaran birokrasi.
Dalam kepalanya tak ada lagi yang namanya social oriented, namun yang tertanam
dalam benaknya hanyalah profit oriented.
Komentar
Posting Komentar